Selasa, Maret 27, 2018

Ciliwung, Jangan Bingung,...

Share & Comment
Oleh: Mewdavinci 

Kemolekan sungai di era Kerajaan Salakanagara (kerajaan pertama di Indonesia) dulu, jika dibandingkan dengan eranya Jokowi memang sungguh berbeda. Kita memang tidak hidup di zaman prasejarah, namun sudah menjadi riwayat turun temurun, bahwa sungai dan telaga merupakan bak mandi idaman para wanita. Baik mereka yang menyandang status rakyat jelata, puteri raja, hingga bidadari khayangan yang jadi primadona.

Tahu kisah Jaka Tingkir dan buaya putih peliharaannya? Saat itu, orang-orang desa yang hendak menyeberang sungai, harus bersusah payah menebas batang-batang bambu untuk dibuat getek. Tapi lain soal bagi pemuda sakti manderaguna ini, dia hanya tinggal nangkring di punggung buaya putih miliknya dan berseru "Go!". Lalu, sang Buaya pun manut saja mengantar Jaka Tingkir kemana pun dia mau.

Lain Jaka Tingkir, lain pula Jaka Tarub. Kisah pemuda biasa yang mencuri dan menawan selendang Nawangwulan. Dialah bidadari cantik jelita nan apes, karena tidak bisa kembali ke khayangan gara-gara kehilangan selendang. Semua bermula dari kecerobohannya saat mandi di sungai bersama dengan saudari-saudarinya sesama bidadari. Padahal, itulah pertama kalinya dia turun ke bumi untuk mencicipi kesegaran gerojokan air terjun. Sayang sekali, nasib buruk mengantarkannya pada cinta Jaka Tarub.

Tampak jelas bahwa legenda-legenda masyhur di Indonesia gemar menautkan segala hal dengan keindahan sungai. Walaupun begitu, bukan berarti zaman dulu gak ada sampah mengapung di kali. Hanya saja, sekarang ini lebih joss joroknya.

Kalau zaman dulu, kisaran 20 tahun silam. Candaan anak-anak ndeso umumnya adalah "Ah! Kamu pakai kuning-kuning, persis kayak yang biasa ngapung di kali." Kuning-kuning di sini merujuk pada tahi manusia yang berasal dari jamban-jamban desa.

Tapi, kalau sekarang ini kita perkenalkan lagi guyon "kuning-kuning mengapung di sungai". Saya kira, lebih dari 50% kids zaman now segera mengaitkannya ke jubah kebesaran mahasiswa universitas, atau jasnya kader partai. Mengenang fakta sehari-hari adalah yang biasa ngapung kini gak cuma warna kuning, tapi juga merah, hijau, dan hitam.

Barang kali kalau ibarat pup. Merah itu mesti empunya kena ambeien atau habis makan pedas. Hijau berarti vegetarian, makanya dia jalan terus di jalur cepat. Dan hitam, wah itu jackpot!

Tapi yang jelas, kuning-kuning mengambang di kali, itu bukan kartu kuning untuk Jokowi saja, melainkan juga sebagai warning bagi kita semua.

Duh, Gusti. Padahal ini baru bicara soal ampasnya manusia, tapi sudah bikin bulu bergidik disertai mual-mual. Bagaimana dengan memungut langsung aneka ragam limbah dapur kita?

Itulah wajah sungai kita sekarang ini, kawan. River zaman now. Never ending sampah di sepanjang perairan kota dan desa. Getirnya hidup masyarakat high tech dan high touch, dimana katanya kehabisan kuota lebih menakutkan ketimbang terjangkit malaria setiap tahunnya gara-gara ulah sekompi limbah yang mengendarai banjir.

Masa sih?!

Kalau gak percaya, boleh lah kita bertanya pada rumput yang bergoyang, juga kepada sampah yang berenang. Mengapa semua ini bisa terjadi? Mengapa tatkala banjir menyerang, pemerintah selalu menjadi sasaran amukan warga? Padahal alam hanya berbaik hati menyedekahkan hadiah yang pernah kita kirim untuk mereka.

Barangkali, pikir bumi, kita membutuhkan barang-barang bekas untuk diberdayakan kembali. Barangkali, pikir telaga, kita menginginkan balasan atas kedermawanan hati kita, sebab kita terlampau sering melarung bingkisan aneka rupa ke sungai. Jadi, seandainya kota dan desa kita kebanjiran lagi, kenapa mesti heboh menuding sana-sini?

Kenapa hanya sibuk memamerkan intelektualitas dan kepiawaian bicara dalam tajuk "Banjir Sampah, Banjir Darah. Salah Siapa"? Lantas, mau sampai kapan puas bicara sampai ngalor-ngidul, sedangkan solusi yang mestinya direalisasikan itu hanya menjadi ajang berbangga di sosial media?



Tags: ,

Komunitas Peduli Ciliwung Bogor berdiri sejak Maret 2009. Komunitas yang menginginkan adanya rasa kepedulian terhadap keberlangsungan sungai Ciliwung di Kota Bogor. 

1 Komentar:

Mew da Vinci mengatakan...

Wow! Ini fotonya cakep banget... Masya Allah... 😆😆😆 Jadi pengen loncat ke dalam gambar...

 

Artikel Populer

Tjiliwoeng on Facebook

Copyright © KOMUNITAS PEDULI CILIWUNG BOGOR | Designed by Templateism.com | Published by GooyaabiTemplates.com